Kamis, 15 Juni 2017

Sudah Lima Tahun

19 Juli 2016 ..

Sudah lima tahun sejak saat itu.

Waktu berjalan sangat cepat hingga mengantarkan kami sejauh ini. Rasanya baru kemarin kami bertemu setiap hari disetiap pagi, dengan seragam yang sudah sangat akrab dikeseharian kami. Menyapa, mengobrol, bercanda, bertengkar, apalagi kalau bukan itu kegiatan kami bila bertemu?

Sudah lima tahun sejak saat itu.

Tentu banyak kisah menarik didalamnya. Banyak hal yang menjadi pengalaman seru serta pelajaran-pelajaran bermanfaat hingga akhirnya kami seperti sekarang. Ini memang bukan akhir, tapi sejauh ini kami nyaman dengan ini .. atau mungkin sebaliknya? Entahlah.

Bermula dari beberapa kata manis yang terdengar seperti janji yang dulu sering kami ucapkan tanpa tau makna sebenarnya seperti apa, namun sekarang aku ragu akan itu. Bermula dari kami yang masih bersama-sama hingga satu, dua, tiga dari kami mulai memilih jalannya masing-masing dengan pikiran masing-masing. Benar, aku hampir lupa dulu kami seperti apa, lalu tak sengaja aku membuka catatan lama. Ada banyak tulisan kami lengkap dengan foto yang selalu kami ambil jika kami bertemu. Aku mulai mengingat ulang setiap detail dari kami dulu.

Ya, seperti masih kemarin tetapi sudah lima tahun sejak saat itu.

Pikiran-pikiran kami lah yang membawa kami ke jalan ini. Entah dulu kami berpikir matang atau sebaliknya. Tapi kami percaya, lambat laun jalan seperti inilah yang akan kami jumpai.

Sudah lima tahun sejak saat itu.

Kami tau baik buruknya setiap satu dari kami. Baik yang menciptakan kerukunan dan buruk yang menimbulkan perselisihan.

Sudah lima tahun sejak saat itu.

Hingga sekarang kami mulai bersama orang-orang baru, orang-orang yang membuat kami nyaman dengan sendirinya tanpa kami minta, lalu kami mulai lupa seperti apa kenyamanan saat kami bersama-sama dulu. Dan perasaan itupun hilang dengan sendirinya, berganti dengan perasaan hambar bila bertemu.

Dan sudah lima tahun sejak saat itu.

Sekarang, kami mulai terbiasa jalan sendiri-sendiri ...


Kamis, 11 Agustus 2016

Dear Mars

6 Mei 2016 ...
Malam ini sangat terasa berbeda. Setidaknya untukku.
Kau tahu kenapa? entahlah.
Sebenarnya aku pun tidak terlalu tahu mengapa aku menyebutnya “berbeda”. Saat ini terlalu banyak yang kurasa sehingga aku bingung harus merasakan apa, yang jelas saat ini hanya satu hal. Aku memiliki seseorang.
Seseorang yang menjadi alasanku untuk bersabar
Seseorang yang menjadi alasanku untuk bisa merasakan rindu dan
Seseorang yang menjadi alasan lainku untuk merasakan hal ini.
Kau tahu? semenjak kemarin aku sangat tidak ingin merasakan ini. Perasaan seperti inilah yang kadang membuatku menjadi wanita cengeng, manja dan penakut. Sungguh aku tidak mengharapkan perasaan seperti ini dan tunggu!.... darimana asalnya keberanian ini datang? Apakah aku hanya mengigau dua hari yang lalu? Apakah aku bertindak gegabah dua hari yang lalu? Apakah aku ... oh sial! Pikiranku sedang meronta saat ini. Aku tidak bisa mengendalikan akal sehatku sekarang. Lalu aku berpikir mungkin jika aku mendengar suaranya, pikiranku bisa kembali stabil.
Benar saja! Setelah mendengar suaranya aku memang merasa lega, tapi sesuatu yang lain muncul menyerbu pikiranku kembali.
Sepertinya, aku, Nabila Fauziah Akbar mulai merasa nyaman. Tapi jenis kenyamanan apa ini? aku hanya bisa dikendalikan jika mendengar suaranya atau bertemu secara langsung, jika tidak?
Wah aku tidak berani membayangkannya.
Satu hal yang lain yang kutahu, sepertinya aku tidak bisa tenang kalau dia tidak ada, tapi tenang saja. Aku cukup profesional dengan perasaanku saat ini dan aku cukup terbiasa dengan situasi seperti ini.
Oh ya! Tadi aku menyebut sesuatu seperti, “ dua hari yang lalu”, bukan?
Baiklah, aku akan memberi tahumu sesuatu.
Dua hari yang lalu—tanggal 4 mei 2016—aku menjawab isyarat hatinya, pernyataan cintanya, yang aku yakin ia cukup blak-blakan untuk seukuran pria ... yang baru kukenal. Tapi sungguh aku tidak mempermasalahkannya, hanya saja saat kemarin lusa aku berpikir terlalu banyak. Ia menyatakan perasaannya sekitar seminggu yang lalu dari tanggal 4 itu dan aku baru menjawabnya karena ... ya berbagai alasan dan alasan utamaku karena segala sesuatunya harus dipertimbangkan jika kau ingin hidupmu selamat.
Tapi jujur, aku merasa takut. Takut kalau pria ini tahu seisi kehidupanku dan melangkah mundur dari sampingku. Aku bertanya padanya mengenai ini dan jujur, aku belum cukup puas karena mungkin pertanyaanku pun sengaja tidak kuberikan secara detail.
Sampai saat ini aku selalu membiarkan satu demi satu orang disampingku menjauh dan itulah yang kutakutkan. Takut tidak bisa menjaganya lalu menghilang begitu saja. Takut tidak bisa meyakinkannya bahwa aku sebenarnya butuh orang lain. Takut setiap orang tidak bisa menerima bagaimana hidupku, seperti apa aku dan akan bagaimana nantinya aku.
Aku memang bodoh, terlalu bodoh sampai membiarkan orang lain menjauh tanpa kukejar. Aku terlalu naif bahwa mereka akan kembali dengan sendirinya padahal kenyataan jelas berteriak bahwa mereka benar-benar mengacuhkanku. Sakit, bukan?
Sampai saat itu—dua hari yang lalu—sebenarnya aku ingin menolaknya karena aku takut akan pikiran-pikiran aneh yang selalu menyelinap masuk dalam benakku saat aku bertemu orang baru.
“ bisakah aku menjaganya?” ya semacam itulah.
Lalu aku beranikan diri untuk menerimanya. Separuh hidupku sudah kuhabiskan dengan mengambil banyak resiko dan kali ini kata terkutuk itu harus kupakai lagi.
Resiko. Sebagian orang mengabaikannya, tapi aku malah menghampirinya. Terkadang hidup terlalu lucu sampai kau tidak sempat menertawakannya.
Hah! Sudahlah, aku tidak munafik. Aku menyukainya dengan segala apapun yang ada dalam hidupnya. Aku tidak tahu apa yang dia selipkan dalam hatiku sampai aku merasa bahwa aku terlalu tertarik padanya sehingga kata resiko kutendang entah kemana.
Yang sangat jelas saat ini adalah ... aku hanya ingin mengatakan satu hal yang tidak bisa kuungkapkan dengan lisan.
Mars, jika tidak ada orang lain yang bertahan disampingku lagi, maukah kau menjadi satu-satunya orang yang tetap bertahan pada posisimu saat ini? disampingku? Tidak peduli bagaimana hidupku, tidak peduli bagaimana aku, seperti apa aku dan bagaimana nantinya aku, maukah kau tetap berada didekatku? Meyakinkan aku bahwa hidup ini sebenarnya sangat indah, menjelaskan padaku bahwa setiap waktu adalah harga yang mahal untuk dipertaruhkan, maukah kau Mars?
Banyak orang bilang aku bisa menenangkan hati mereka, berada disituasi sulit untuk mereka. Tapi tahukah kau Mars? Akupun butuh orang seperti itu untuk bisa bertahan hidup..
Hidup ini menarik, bukan? Aku bisa mengatasi masalah mereka padahal akupun butuh bantuan.
Meyakinkan orang lain untuk “ baik-baik saja” disaat keadaanku sedang “ tidak baik-baik saja” adalah hal paling rumit yang pernah ada dalam hidupku.
Tapi jika kau tidak bisa, aku mohon dengan sangat ... entah karena hal apapun itu, atau karena siapapun itu ... aku mohon, jangan biarkan aku menangis.
Karena kau tidak akan tahu, akan seperti apa nantinya aku.
Aku menyayangimu dengan sederhana dan inilah cintaku, Mars ... selamat datang dalam kehidupanku, akan kupastikan kau selalu aman disampingku.

Sabtu, 07 Maret 2015

Duniamu

Kau dan duniamu.
Dunia yang tak bisa kutembus sama sekali. Bentengnya kokoh sekokoh hatimu sampai tak bisa kulewati. Kalaupun aku berhasil melewatinya, itu tidak lebih hanya sampai didepan gerbang istanamu. Istana yang kau bangun dengan berpondasikan keyakinanmu sendiri, sampai rasanya aku memang tak pantas menginjak bumi dari duniamu itu.
Aku masih tetap berdiri didepan gerbangmu. Kakiku mati rasa karena terlalu lama berdiri memperhatikan duniamu dari luar gerbang.
Bahkan tak pernah sedikitpun kau mengintip keluar istana megahmu untuk sekadar melihatku yang masih menunggumu membukakan gerbang yang besar ini. Aku sudah mencoba membukanya, tapi rasanya sulit kulakukan tanpamu. Berat. Lelah.
Ya! Kau bangun gerbang ini seperti rasa sakitmu, sampai orang lain yang ingin bertemu denganmu harus berhasil membuka gerbangmu. Itu berarti mereka harus mengetahui rasa sakitmu.
Tapi tahu kah kau?  Gerbang terkutuk ini menghabiskan sisa tenagaku untuk terus berdiri. Aku mendorongnya sekuat mungkin sampai rasanya kakiku tak mampu lagi menopang tubuhku. Kakiku tak lagi dapat memapah langkah menujumu. Hanya tersisa pertanyaan
 gamang yang tak jelas asalnya dari mana. Dan itu terus menggentayangi pikiranku siang dan malam. Aku terus bertanya-tanya.
 " sedang apa kau didalam sana? Tak terketuk kah pintu hatimu saat aku mencoba mendorong rasa sakitmu? Tak tergugah kah kau ketika aku tetap berdiri gontai menunggumu diluar sini? Apa duniamu terlalu mengasyikan untukmu sampai kau lupa pada gadis yang sudah kehabisan harapan ini? "
Rapuh! Aku rapuh.
Sepertinya duniamu jauh lebih menarik dari perjuanganku saat ini. Mungkin memang seharusnya aku berada didunia milikku sendiri. Jarak antara kita bagaikan langit dan bumi.
Kini hatiku menarik setiap langkahku agar secepat mungkin bagiku untuk keluar dari duniamu. Namun kakiku terlalu berat untuk melangkah. Aku butuh istirahat.
Lalu aku bersandar pada pohon yang daunnya mulai menguning, kuperhatikan dengan seksama dedaunan itu. Mereka sama sekali tidak berguguran meski angin menerpanya. Mereka kokoh.
Dan kusadari semua yang ada diduniamu terlalu kokoh bagiku. Kekokohan ini terlalu berat untuk kulalui.
Sudahlah! Tak ada gunanya memperhatikan duniamu. Duniaku masih setengah perjalanan lagi dan aku harus kuat!
Ku yakinkan dalam hati akan semua tekadku untuk pulang, sampai ketika aku melihat seekor kuda putih menghampiriku dari kejauhan. Dan sampai akhirnya kuda itu merendahkan tubuhnya seperti memberi isyarat agar aku menaikinya. Aku berpikir berulang kali ketika aku melihat kuda itu menangis dihadapanku. Ia menangis seperti menahan sakit dan terus meraung-raung padaku. Kuusap lembut kepalanya dan ia sedikit tenang walau masih menangis. Lalu ia melihat kearahku, isyaratnya masih sama. Ia ingin aku menaikinya. Kali ini aku tak ragu, kunaiki kuda itu dan tanpa komando ia langsung berlari secepat yang ia bisa. Aku bingung, kemana ia akan membawaku?
Dan sedetik kemudian kebingunganku terjawab. Aku melihat gerbang itu lagi. Terkutuklah aku kalau sampai kuda ini berhenti didepan gerbang itu. Oh dan benar saja, ia berhenti tepat didepan gerbang istana itu. Istanamu. Duniamu.
kuda itu merendahkan tubuhnya agar aku bisa turun dengan mudah. Kali ini aku yang menatapnya, ia melihatku sekilas lalu berpaling menatap gerbang.
Aku tak tahu harus apa, jadi aku diam saja sambil memandang kosong menembus gerbangmu. Tapi kuda itu malah mendorong punggungku mendekati gerbang. Sepertinya ia ingin aku membukanya. Aku enggan namun kuda ini terus menatapku. Kurasa aku harus melakukan apa yang ia mau dan setelah itu ia akan yakin dengan sendirinya bahwa gerbang ini sulit dibuka.
semoga kali ini aku tidak tumbang! Do'a itu terus kurapalkan seiring dengan tanganku yang mulai bersiap untuk mendorong. Dan .. kreeeekkkkk
aku mengerjap berulang kali mendengar bunyi itu, aku berhenti mendorong saat kudapati tubuhku sudah berada ditengah gerbang. Ada cahaya memantul dari celahnya. Ku perhatikan dari bawah sampai atas. Gerbang itu terbuka!
Bibirku melengkung membentuk senyuman dan kuda putih itu bersorak untukku.
Satu hal yang kusadari
 " tak peduli jarakmu antara langit atau bumi, kau hanya perlu melewatinya"
kuda itu merendahkan tubuhnya lagi untukku, kunaiki dan ia langsung berlari melewati celah digerbangmu itu.
Ia berlari cepat kearah istanamu. Pemandangan duniamu berlalu begitu cepat saat kuperhatikan.
Ada yang aneh. Duniamu aneh bagiku.
aku belum benar-benar lepas dari pikiranku saat kuda itu berhenti didepan pintu istanamu. Kumasuki pintu itu namun didalamnya terlalu gelap dan dingin.
Aku menggigil dan takut tapi langkahku malah menyeretku untuk masuk lebih dalam. Sampai akhirnya seberkas cahaya dapat membantuku untuk melihat lebih jelas. Dan aku tiba dalam sebuah ruang yang besar namun kosong, hanya ada seseorang sedang berdiri menghadap jendela. Kau kah itu?
perlahan ia menengok kearahku. Benar! Itu kau!
Aku bingung harus berekspresi seperti apa hanya saja aku lega. Sangat lega.
lalu kaupun tersenyum dan menghampiriku, tanpa kusadari tubuhmu menarikku dalam dekapanmu. Hangat.
rasa itu langsung menjalar disekujur tubuhku.
Sesuatu melintas dalam benakku. Kuda itu, gerbang itu dan .. kau. Ya! Sepertinya aku sudah membuka satu pintu lagi. Pintu utama. Pintu hatimu.
" kukira duniamu jauh lebih indah dari duniaku",kataku
" indah saat kau ada", jawabnya.


Dan satu hal yang kutahu ..
" tak peduli berapa banyak pintu yang kulewati, aku hanya perlu melewati satu pintu. Dan pintu itu jauh lebih berharga dari ribuan pintu emas sekalipun. Ya! Pintu hatimu selalu istimewa untuk kulewati .. namun saat ini tak perlu bagiku untuk melewatinya, karena aku sudah memilikinya "

Jumat, 14 November 2014

Hujan



Hujan.
Kalian tahu mengapa aku menyukai  “hujan” ?
Mungkin alasan utamanya karena aku dilahirkan disebuah kota yang memiliki cuaca dingin. Di kota tempat tinggalku sekarang adalah kota yang memiliki cuaca berlawanan dengan kota tempat kelahiranku dan satu-satunya hal bisa membuat kota ini dingin adalah dengan hujan.
Ya, kalau bukan dengan hujan lalu dengan apa? lihat saja, kota ini sudah seperti gurun. Panas!

Tapi saat ini sedang musim penghujan, entah mengapa aku selalu merasa damai dan tenang.
Melihat dedaunan jatuh ketika angin menerpanya.
Merasakan setiap hembusan angin yang menyentuh kulit hingga menembus pakaian.
Melihat langit mendung karena terselimuti buntalan awan kelabu diatas sana.
Merasakan dinginnya angin dipipiku.
Hingga akhirnya air itu jatuh dari sela-sela awan dan mendarat halus ditanah.
Saat tetesan air jatuh ketanah dan menimbulkan aroma tanah yang basah, itu menenangkan. Menghirup aroma tanah basah karenanya, bisa membuat seluruh organ tubuhku seperti hidup kembali. Seperti ada sesuatu yang mengisi kekosongan disana lalu tubuhku dengan sendirinya merespon positif. Seperti ada sesuatu yang hilang dan kembali. Semangat!
Dia temanku. Ya! Hujan adalah temanku.
Aku suka ketika melihat orang-orang berjalan dalam balutan jaket dan sweater tebal mereka, bercakap-cakap lalu akhirnya tersenyum dan tertawa satu sama lain dari bawah warna-warni payung mereka masing-masing.
Melihat orang-orang berjalan cepat menerobos hujan sambil memeluk erat-erat tas mereka karena takut isinya basah tanpa mempedulikan baju dan kepala mereka yang mulai kebasahan, melihat para pengendara sepeda motor menutupi tubuh mereka dengan berbagai warna jas hujan, melihat sekumpulan anak laki-laki berlarian disatu tempat yang luas sambil tertawa ditengah derasnya hujan sampai burungpun ikut beterbangan kesana-sini, mendengar suara katak yang saling beradu ditengah derasnya suara hujan, dan mendengar nyanyian jangkrik ketika hujan reda. Mereka sedang menyambut hujan. Bumipun sedang menyambutnya. Dan itu menyenangkan.

Kalian tahu? cuaca dingin bisa membuat otak dan hati selalu sejuk, beda dengan cuaca panas yang terkadang membuat otak ataupun hati selalu ingin meluapkan emosi disana-sini. Mungkin.
Hey ada yang bilang hujan itu satu hal yang romantis. Kenapa? Wah sepertinya kalian memang belum menyadarinya haha.
Biasanya para remaja memanfaatkannya sebaik mungkin. Ada yang jalan berduaan dalam satu payung, ada yang hujan-hujanan dengan kekasihnya karena tidak membawa payung, ada yang lelakinya mengorbankan jaketnya agar kekasihnya tidak terlalu kebasahan, bahkan ada yang rela menunggu sampai hujan reda dengan kekasihnya. Tapi tunggu dulu! Aku berkata seperti itu bukan berarti aku pernah melakukan itu semua saat hujan dengan seorang lelaki. Tidak! Aku belum pernah walaupun aku ingin merasakan bagaimana rasanya hujan-hujanan dengan seorang lelaki yang aku suka tapi sepertinya itu mustahil hahaha.

Oh dan satu lagi, dari berbagai survei orang-orang mengatakan bahwa hujan itu penyebab sakit. Itu mungkin tapi aku tidak percaya.
Beberapa persen adanya penyakit itu timbul dari sugesti dan ketika mereka mempercayai sugesti itu ya mereka pasti akan dengan mudah terserang penyakit karena hujan. Tapi harap dicatat! Hingga saat ini entah sudah berapa kali aku sengaja hujan-hujanan aku tidak pernah sekalipun sakit karena hujan. Sungguh.
Aku percaya hujan tidak akan membuatku sakit, karena apa? karena dia temanku. Bukankah teman tidak akan pernah menyakiti temannya sendiri?.

Lalu tanpa sadar, hujanpun mengingatkanku pada lelaki itu. seorang lelaki yang pernah dan masih mengisi ruang dihatiku. Lelaki yang pergi dua tahun lalu. Lelaki yang bisa membuat hujan adalah kenangan indah. Lelaki yang membuat hujan menjadi cerita. Dia pangeran hujanku ..